Arbain Bukan Prioritas Utama: Jaga Kesehatan dan Energi Jemaah Haji Indonesia di Madinah
Madinah, kota suci yang menjadi persinggahan pertama bagi jemaah haji gelombang pertama asal Indonesia, menyimpan daya tarik tersendiri. Masjid Nabawi, dengan segala kemuliaannya, menjadi pusat aktivitas ibadah, termasuk salat Arbain yang banyak diidamkan. Namun, di tengah semangat beribadah, jemaah haji Indonesia diimbau untuk tidak memaksakan diri dalam melaksanakan salat Arbain.
Salat Arbain, secara harfiah berarti empat puluh, adalah amalan melaksanakan salat fardhu sebanyak 40 waktu secara berjamaah di Masjid Nabawi. Amalan ini memang memiliki keutamaan tersendiri, namun bukan termasuk rukun atau wajib haji. Artinya, tidak melaksanakan Arbain tidak akan mengurangi sahnya ibadah haji.
Kepala Sektor 1 Daerah Kerja Madinah, Djumadi Wali, menekankan pentingnya menjaga kesehatan dan energi jemaah haji. "Untuk Arbain, kita kan sudah diwanti-wanti mulai dari Indonesia pada saat menasik haji. Sudah dianjurkan bahwa jemaah jangan terlalu bermimpi untuk melaksanakan Arbain," ujarnya.
Imbauan ini bukan tanpa alasan. Ibadah haji adalah perjalanan fisik yang berat. Jemaah harus mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai tantangan, mulai dari cuaca ekstrem, kepadatan jamaah, hingga jadwal ibadah yang padat. Memaksakan diri untuk melaksanakan Arbain, terutama bagi jemaah yang kondisi fisiknya kurang prima, justru dapat menguras energi dan mengganggu kesehatan.
Prioritaskan Kesehatan dan Kekuatan Fisik
Kesehatan dan kekuatan fisik adalah modal utama dalam melaksanakan ibadah haji dengan lancar dan khusyuk. Jemaah haji harus mampu melaksanakan seluruh rangkaian ibadah, mulai dari tawaf, sai, wukuf di Arafah, hingga melempar jumrah. Jika kondisi fisik tidak memungkinkan, tentu akan sangat sulit untuk melaksanakan ibadah-ibadah tersebut dengan optimal.
Selain itu, memaksakan diri untuk melaksanakan Arbain juga dapat berpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang lebih serius, seperti kelelahan ekstrem, dehidrasi, hingga penyakit infeksi. Hal ini tentu akan sangat merugikan, karena dapat mengganggu seluruh rangkaian ibadah haji.
Djumadi menambahkan, "Tidak menutup kemungkinan mungkin jemaah ditempatkan tidak sesuai dengan jumlah 40 waktu ketika berada di Madinah. Itu sudah kita sampaikan pada saat menasik haji di Indonesia. Jadi jemaah mungkin sudah bisa memaklumi itu. Ya, harapan saya kepada jemaah haji mungkin bisa mengikuti segala protap yang sudah ditetapkan."
Bijak dalam Beribadah di Masjid Nabawi
Masjid Nabawi adalah tempat yang sangat istimewa. Di sinilah Nabi Muhammad SAW dimakamkan, dan di sinilah pahala salat dilipatgandakan. Tentu, setiap jemaah haji ingin memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk beribadah.
Namun, perlu diingat bahwa Masjid Nabawi selalu ramai dikunjungi jemaah dari seluruh dunia. Kondisi ini seringkali membuat jemaah harus berdesakan, terutama saat waktu salat tiba. Memaksakan diri untuk masuk ke dalam masjid di tengah kerumunan, terutama bagi jemaah yang sudah lanjut usia atau memiliki riwayat penyakit tertentu, dapat berisiko tinggi.
Oleh karena itu, jemaah haji diimbau untuk bijak dalam beribadah di Masjid Nabawi. Jangan memaksakan diri untuk selalu berada di shaf paling depan atau berusaha untuk mencium Hajar Aswad. Lebih baik, fokuslah pada kualitas ibadah, bukan kuantitas.
Alternatif Ibadah yang Lebih Aman dan Nyaman
Jika tidak memungkinkan untuk melaksanakan salat Arbain secara penuh, jemaah haji dapat mencari alternatif ibadah yang lebih aman dan nyaman. Misalnya, memperbanyak membaca Al-Quran, berzikir, berdoa, atau bersedekah. Amalan-amalan ini juga memiliki pahala yang besar, dan dapat dilakukan di mana saja, tidak harus di Masjid Nabawi.
Selain itu, jemaah haji juga dapat memanfaatkan waktu di Madinah untuk berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Ziarah ini merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi dan para sahabat, serta dapat meningkatkan keimanan dan kecintaan kepada Allah SWT.
Ikuti Arahan Petugas Haji
Petugas haji adalah orang-orang yang telah berpengalaman dalam melayani jemaah haji. Mereka memiliki pengetahuan yang mendalam tentang kondisi di Arab Saudi, serta berbagai peraturan dan prosedur yang harus diikuti oleh jemaah haji.
Oleh karena itu, jemaah haji diimbau untuk selalu mengikuti arahan dan bimbingan dari petugas haji. Petugas haji akan memberikan informasi yang akurat dan terpercaya, serta membantu jemaah haji dalam mengatasi berbagai masalah yang mungkin timbul selama pelaksanaan ibadah haji.
Fokus pada Esensi Ibadah Haji
Ibadah haji adalah perjalanan spiritual yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena itu, jemaah haji harus fokus pada esensi ibadah haji, yaitu niat yang ikhlas, tawadhu, dan khusyuk dalam beribadah.
Jangan sampai, semangat untuk melaksanakan amalan-amalan sunnah justru mengalahkan esensi ibadah haji itu sendiri. Ingatlah bahwa tujuan utama dari ibadah haji adalah untuk membersihkan diri dari dosa-dosa, meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta menjadi pribadi yang lebih baik setelah kembali ke tanah air.
Kuota Haji Indonesia dan Persiapan Keberangkatan
Sebagai informasi tambahan, Indonesia mendapatkan kuota 221.000 jemaah haji pada tahun ini. Jemaah haji akan diberangkatkan dalam dua gelombang. Gelombang pertama akan berangkat mulai tanggal 2 Mei hingga 16 Mei, dan akan mendarat di Madinah terlebih dahulu sebelum menuju Makkah.
Kementerian Agama (Kemenag) mencatat bahwa pada tanggal 2 Mei, sebanyak 7.514 jemaah dan petugas haji akan diberangkatkan, yang terdiri dari 19 kelompok terbang (kloter).
Dengan persiapan yang matang, kondisi fisik yang prima, dan niat yang ikhlas, diharapkan seluruh jemaah haji Indonesia dapat melaksanakan ibadah haji dengan lancar, khusyuk, dan mabrur. Semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita semua. Amin.
Post Comment